Minggu, 16 Oktober 2016

Manajemen Properti dan Penilaian

Selamat malam kawan. Udah satu bulan lebih ga posting tulisan ni, rasanya gatal juga wkwk. okelahh, tulisan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah saya di semester V ini. Tugasnya itu diminta menganalisa hubungan antara manajemen properti dengan penilaian. Apakah hubungannya baik-baik saja atau tidak, simak tulisan saya berikut ini.....


Manajemen properti, secara sederhana, diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan properti. Properti yang dimaksud disini adalah real estate (tanah dan/atau bangunan). Prinsip-prinsip manajemen yang diterapkan tersebut meliputi planningorganizing, leading, coordinating dan controlling. Kelima prinsip tersebut diterapkan dengan tujuan utama yaitu optimalisasi nilai dari properti yang dikelola. Oleh karena itu, kehadiran dan keberadaan manajemen properti diperlukan oleh perorangan maupun badan hukum, baik sektor privat maupun publik yang memiliki dan/atau menggunakan properti dalam jumlah keci maupun besar, baik dalam hal kuantitas maupun nominal uangnya. Jasa manajemen properti dapat diberikan untuk lingkup kerja yang luas maupun terbatas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemiliknya.
Berbicara tentang nilai dari suatu properti, maka umumnya akan terbersit dalam pikiran kita tentang apa definisi dari nilai properti dan bagaimana nilai itu didapatkan. Secara harfiah, nilai diartikan sebagai manfaat ekonomis yang terdapat dalam sebuah objek, yang dalam hal ini adalah properti. Dalam rangka menentukan nilai yang dimaksud tersebut, terdapat sebuah bidang keilmuan yang secara khusus mendalami tentang hal ini, dan itu adalah ilmu penilaian. Ilmu penilaian tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di masyarakat, meningkatnya aktivitas tersebut ditandai dengan semakin beragamnya bentuk-bentuk investasi yang kian beragam. Tentunya dibutuhkan sebuah dasar yang analitis dan teoritis dalam memilih dan memilah instrumen investasi yang menguntungkan. Inilah salah satu fungsi penting ilmu penilaian ini.
Apabila kita coba telisik lebih dalam, kita dapat melihat dan memahami adanya keterkaitan antara manajemen properti dan ilmu penilaian. Kedua disiplin ilmu sama-sama menekankan pada nilai dari properti. Secara garis besarnya, saya berpendapat bahwa ilmu manajemen properti fokus terhadap bagaimana mempertahankan atau bahkan meningkatkan nilai properti yang dikelolanya, dan penilaian fokus pada bagaimana memberikan estimasi nilai yang kredibel melalui serangkaian proses yang sesuai dan tepat. Keterkaitan keduanya, secara lebih detail, terdapat pada hal-hal berikut ini :

1.    Kertekaitan dalam hal tujuan
Walaupun ruang lingkup properti manajemen properti sangat luas, namun secara umum, tujuan manajemen properti dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu :
.    Mengelola properti sebagai investasi/ bisnis.
Ini merupakan tugas yang memerlukan keahlian khusus karena mengelola properti sebagai investasi sangat terkait dengan faktor-faktor eksternal seperti peraturan pemerintah, kompetisi, supply & demand, selera konsumen dan lain sebagainya. Tujuan utamanya adalah memaksimalkan pendapatan dan modal dari investor. Apabila kita kaitkan dengan penilaian, kita dapat melihat hubungannya pada usahanya dalam memaksimalkan pendapatan dan modal dari investor, karena pada dasarnya penilai juga bertugas melakukan hal demikian.
Dalam melakukan penilaian, ada salah satu analisis yang harus dilakukan penilai terlebih dahulu sebelum melangkah ke proses selanjutnya, yaitu analisa tentang kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu nilai properti (Highest & Best Use Analysis).  Tujuan dari analisis ini adalah, seperti yang tercermin pada namanya, untuk menentukan kegunaan tertinggi dan terbaik dalam rangka memaksimalkan nilai properti. Terkadang, analisis ini digunakan oleh penilai dalam melakukan penilaian terhadap lahan kosong atau lahan dengan bangunan yang dimana tidak terdapat data pembanding yang sesuai untuk melakukan penilaian dengan pendekatan data pasar dan biaya, sehingga cara satu-satunya yang tersisa adalah dengan memproyeksikan aliran pendapatan dari objek tersebut jika diusahakan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip HBU diantaranya physically possible, financially feasible, legally permissible dan maximally productive.
b.    Mengelola dan melaksanakan aspek fisik lingkungan properti sehingga tercapai hasil optimal secara efektif dan efisien.
Tujuannya adalah untuk menghambat laju penyusutan atau terjadinya kerusakan pada properti maupun lingkungan sekitarnya. Dalam arti bahwa manajer properti bertugas memelihara, menjaga bahkan meningkatkan nilai dari properti dengan memberi perhatian terhadap umur efektif dan ekonomis dari bangunan, baik itu bangunan utama maupun pendukung, dan segala fasilitas penunjangnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan metode pemeliharaan bangunan dengan tepat dan rutin, melakukan renovasi bila diperlukan, penambahan fasilitas, dan lain sebagainya. 
Dalam melakukan penilaian, penilai juga melakukan hal yang sama. Penilai dituntut mampu untuk memperkirakan umur efektif dan ekonomis dari properti (khususnya bangunan). Penentuan umur yang tepat (tidak 100% benar, namun mendekati benar), menentukan penyusutan yang akan diberikan dalam rangka mengestimasi nilai dari properti. Ini biasanya diperlukan apabila penilai menggunakan pendekatan biaya. Hubungannya dengan manajemen properti adalah penilai, dalam melakukan tugasnya, diharapkan dapat memahami apa yang dilakukan manajemen properti dalam rangka memelihara properti yang dikelolanya. Setiap penerapan atau prosedur pemeliharaan yang dilakukan oleh manajer properti dapat dianalisis oleh penilai untuk menetukan penyesuaian penyusutan. Dalam hal ini pengetahuan teknik sipil diperlukan.

2.   Keterkaitan dalam proses
Keterkaitan dalam dalam proses menekankan pada keterkaitan langkah-langkah atau strategi yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan seperti yang diuraikan sebelumnya, diantaranya :
a.    Analisis aspek pasar dan investasi.
Dalam manajemen properti, analisis aspek pasar memberikan arahan tentang produk pemanfaatan aset (tanah dan/atau bangunan) yang paling marketable sesuai dengan kondisi pasar saat ini dan yang akan datang. Manajer properti juga penilai, dalam hal ini, perlu memahami karakteristik dari pasar properti itu sendiri yang diantaranya :
-       Produk yang berbeda/unik. Uni dari segi fisik, proses transfer kepemilikan yang melibatkan berbagai prosedur-prosedur yang memakan waktu dan biaya, dan ada regulasi khusus dari pemerintah berkenaan dengan properti.
-       Sedikit pembeli dan penjual untuk tiap-tiap transaksi atau segmen pasar.
-  Daya saing ditentukan secara subjektif. Karena para peserta pasar bertindak atas dasar perspektif masing-masing. Mereka memiliki pandangan tersendiri terhadap manfaat dari suatu properti.
-       Relatif kurang informasi.
-   Perilaku yang terkadang tidak rasional. Karena pembeli dan penjual bereaksi terhadap tekanan-tekanan tertentu yang mendesak, maka cenderung bertindak atas dasar pertimbangan yang tidak rasional.
-  Terlokalisir. Cenderung dibatasi dalam suatu kawasan geografis yang relatif sempit dan ditentukan oleh karakteristik lokasi. Bahkan diatur oleh pemerintah melaui aturan zoning wilayah.
Berdasarkan karaktersitik-karakteristik tersebut manajer properti melakukan analisis. Hasil analisa pasar ini kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan formula- formula untuk menguji kelayakan investasi seperti IRR, NPV, payback period, dan indikator lainnya. Untuk penilai, analisis pasar dan investasi digunakan sebagai dasar dalam setiap asumsi yang digunakan dalam melakukan penilaian. Asumsi ini bertujuan untuk mengakomodir kekurangan atau tidak tersedianya data dari properti objek penilaian. Contohnya, apabila penilai dihadapkan pada penilaian properti hotel yang harga sewanya tidak diketahui, maka penilai dapat melakukan riset pasar untuk menentukan harga sewa wajar dari hotel tersebut, untuk lebih detailnya ada pada ketentuan pendekatan perbandingan data pasar. Juga, analsis pasar dan investasi digunakan sebagai bahan analisis kegunaan tertinggi dan terbaik (HBU) dari suatu properti.
Pada dasarnya, manajer properti dan penilai pastinya akan melakukan analisis pasar dan investasi dalam melaksanakan tugasnya. Data-data yang dikumpulkan keduanya umumnya sama, seperti data-data peraturan lokal, demografi penduduk untuk menentukan target dan tarif, dan lain-lain. Yang dapat membedakan keduanya adalah tujuan dari penggunaan data hasil analisis dan riset pasar itu sendiri.
b.    Keterkaitan dalam hal kontrak manajemen dan kontrak sewa.
Dalam dunia manajemen properti, kontrak merupakan formalitas hubungan antara pemilik properti dengan manajer properti dan manajer properti dengan penyewa bangunan, dalam hal bangunan disewakan. Dalam kontrak ini biasanya diatur secara tegas  hak dan kewajiban antara dua pihak seperti yang telah disebutkan diatas. Perumusan kontrak yang baik dapat mempengaruhi performa manajer properti dalam mengelola propertinya dan pemilik dapat mendapat return yang diinginkannya serta penyewa dapat memanfaatkan dengan baik unit yang disewanya.
Bagi penilai, kontrak dari properti yang akan dinilai merupakan salah satu sumber data yang penting. Dalam melakukan penilaian, khususnya dengan menggunakan pendekatan pendapatan,  penilai harus mengetahui pendapatan-pendapatan dari properti (yang menjadi hak) dan juga biaya-biaya yang menjadi tanggung jawab dalam pengelolaannya (yang menjadi kewajiban) sehingga dapat dibuat sebuah proyeksi aliran pendapatan dari properti itu. Sebagai contoh, dalam kontrak disebutkan bahwa biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dari unit apartemen yang disewakan menjadi beban penyewa, maka dalam proyeksi arus kas dari bangunan apartemen, biaya PBB tidak dimasukkan.
c.       Keterkaitan dalam hal optimalisasi aset.
Dalam hal ini manajemen properti perlu mengetahui sudah sejauh mana langkah dan strategi yang diterapkan mempengaruhi nilai dari aset yang dikelolanya. Untuk mengetahui hal tersebut, peru dilakukan penilaian terhadap aset yang dimaksud. Dari hasil penilaian ini akan diketahui tingkat optimalisasi penggunaan aset dengan hasil atau manfaat yang diperoleh dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan. Dengan kata lain, manajer properti perlu memerlukan penilaian dalam prosesnya, dan untuk memerlukan penilaian diperlukan seseorang berhak secara hukum untuk memberikan opini nilai, itu adalah penilai. Sebenarnya bisa saja manajer properti melakukan penilain sendiri, namun hasilnya tidak akan diterima oleh umum (karena tidak punya hak). Juga, apabila melakukan penilaian sendiri, maka manajer properti harus memiliki dalam menerapkan metode-metode penilaian yang sesuai dan logis. Hal-hal inilah yang menjadi keterkaitan antara keduanya (manajer properti dan penilai)

KESIMPULAN

Dari ulasan-ulasan yang telah dipaparkan sebelumnya tentang “Keterkaitan Antara Manajemen Properti Dan Penilaian”, dapat diambil kesimpulan bahwa menurut saya, sebagai penulis, keterkaitan antara kedua bidang ilmu dan pekerjaan ini terletak pada 2 (dua) poin utama yaitu pada tujuan dan proses. Keterkaitan dalam hal tujuan berkenaan dengan tujuan masing-masing disiplin ilmu dan keterkaitan dalam hal proses berkenaan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan.
Keterkaitan dalam hal tujuan yang dimaksud adalah keterkaitan dalam hal tujuan dari manajemen properti itu sendiri yang terinci dalam 2 (dua poin) yaitu :
-  mengelola properti sebagai bisnis/investasi, dan
-  mengelola dan melaksanakan aspek fisik lingkungan properti sehingga tercapai hasil optimal secara efektif dan efisien.
   Dalam tujuan mengelola properti sebagai bisnis/investasi, manajer properti berusaha untuk menetapkan suatu strategi, kebijakan dan program yang dapat mengasilkan optimalisasi properti yang dikelolanya. Disisi lain, penilai juga melakukan hal yang sama dalam melakukan penilaian. Penilai perlu melakukan peninjauan objek dengan melakukan analisis kegunaan tertinggi dan terbaik dari properti objek untuk menentukan kegunaan optimal dari properti tersebut. Dalam hal mengelola dan melaksanakan aspek fisik lingkungan properti sehingga tercapai hasil optimal secara efektif dan efisien, manajemen properti berusaha untuk meminimalkan penyusutan bangunan melalui langkah-langkah tertentu. Disisi lain, penilai dituntu mampu untuk mengetahui penyusutan dari bangunan untuk menentukan nilainya. Keterkaitan dalam hal proses terinci dalam 3 (tiga) poin, yaitu :
-  dalam hal analisis aspek pasar dan investasi,
-  dalam hal kontrak manajemen, dan
-  dalam hal optimalisasi aset.
Antara manajer properti dan penilai sama-sama perlu melakukan analisis pasar dan investasi berkenaan dengan tujuan. Juga, manajer properti perlu membuat kontrak manajemen untuk formalisasi hubungannya dengan pemilik dan penyewa, di lain pihak, penilai perlu mengetahui rincian kontrak sebagai data dalam melakukan penilaian. Dan dalam hal optimalisasi aset, manajer properti perlu untuk melakukan penilaian terhadap aset yang dikelolanya dalam rangka mengetahui tingkat penggunaan optimal dari aset tersebut.
Sebagai penutup, menurut saya antara ilmu penilaian dengan manajemen properti adalah dua disiplin ilmu yang tidak terpisahkan. Keduanya dapat dikatakan lahir dari suatu alasan yang sama, yaitu dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia dalam pasar properti. Kemudian keduanya terpisah dan dibedakan karena perbedaan tujuannya. Namun, dari segi konsep dan dasar pemikiran, keduanya dapat dikatakan sama. Manajemen properti, dalam melaksanakan tugasnya, perlu memahami dan menerapkan dasar-dasar penilaian. Di lain pihak, penilai dalam melaksanakan tugas penilaian, juga perlu memahami tentang dasar-dasar dan konsep dari manajemen properti, karena kedua bidang ilmu fokus terhadap 2 (dua) hal utama yaitu properti dan nilai.

Rabu, 31 Agustus 2016

Highest and Best Use

        

        Selamat malam sahabat, kali ini aku mau bahas something important dalam proses penilaian. Itu adalah analisis Highest and Best Use, biasa disebut HBU. Kebetulan aku dapat tugas kuliah untuk bahas tentang yang satu ini di mata kuliah Teori Dasar Penilaian. Kalo kita simak kata-kata dari gambar diatas "Finding the highest value in every acre", erat sekali kaitannya dengan analisis HBU. Highest Value merupakan tujuan utama dari setiap proses perencanaan pengembangan suatu kawasan ,oleh para developer umumnya, juga penting bagi penilai untuk menentukan apakah benar nilai tertinggi dari objek penilaian sudah tercapai atau belum. Tercapainya nilai tertinggi, oleh penilai, akan berpengaruh pada metode penilaian yang akan akan digunakan nantinya beserta penyesuaian-penyesuaian yang akan diberikan. Perlu diketahui bahwa, setiap kawasan itu memiliki karakteristik masing-masing, karena adanya karakteristik tersebut tentunya potensi-potensi dari tiap kawasan akan berbeda. Potensi berbeda maka jenis pengembangan yang akan dilakukan, prosesnya dan lain sebagainya pun akan berbeda. Itulah yang  disebut sebagai analisa HBU. Berikut lebih lengkapnya :


A.      Definisi

Kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use) dapat didefinisikan sebagai “The reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is phisicallt possible , appropriately supported, financially feasible and that results in the highest value” atau dapat diartikan sebagai penggunaan yang paling memungkinkan dan diijinkan dari suatu tanah kosong atau tanah yang sudah dibangun, yang mana secara fisik memungkinkan, didukung/ dibenarkan oleh peraturan, layak secara keuangan dan menghasilkan nilai tertinggi.
Kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu bidang tanah tidak tergantung dari pada analisis subyketif dari pemilik properti, pengembang atau penilai sekalipun, tetapi dibentuk oleh kekuatan persaingan pasar dimana properti subyek terletak. Kekuatan pasar ini akan membentuk nilai pasar. Data umum yang dikumpulkan dan dianalisis untuk mengestimasi nilai properti  juga digunakan oleh penilai untuk memformulasikan sebuah opini dari kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti pada tanggal penilaian tertentu.

B.       Kegunaan Tertinggi dan Terbaik Dari Tanah Kosong/ Tanah Yang Dianggap Kosong

Kegunaan tertinggi dan terbaik  dari tanah atau tapak yang dianggap kosong adalah dengan mengasumsikan bahwa tanah adalah kosong atau dapat dibuat kosong dengan melaui pembongkaran bangunan. Dengan asumsi demikian, maka kegunaan yang menciptakan nilai dalam suatu pasar properti dapat teridentifikasi dan penilai dapat menilai untuk memilih properti pembanding serta mengestimasi nilai.
Dalam mengidentifikasi HBU dari tapak, penilai harus dengan cermat dan rasional dalam mengestimasikan apakah akan ada suatu perubahan dalam waktu dekat atau tidak.  Apabila dalam jangka pendek diperkirakan akan ada perubahan, maka kegunaan tertinggi dan terbaik/ HBU dari tapak saat ini adalah dianggap sebagai interim use atau kegunaan sementara dengan potensi HBU di masa yang akan datang tergantung dari arah kekuatan pasar.
Jika sebuah pengembangan diperlukan untuk mendapatkan HBU dari suatu tapak, penilai harus menentukan tipe dan karakteristik dari pengembangan yang memungkinkan untuk dibangun.

C.      Kegunaan Tertinggi dan Terbaik Dari Properti Yang Telah Dibangun

Kegunaaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun adalah terkait dengan kegunaan yang seharusnya ada pada properti tersebut sejalan dengan perkembangannya. Misalnya apakah sebuah bangunan hotel yang telah berumur 30 tahun tetap dipertahankan seperti sediakala atau perlu direnovasi, dikembangkan  atau sebagian dibongkar mengikuti tren yang berlaku saat ini ? atau apakah memungkinkan untuk diganti jenis dan intensitas untuk penggunaan yang lain. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada dua hal yang menjadi tolak ukur pelaksanaanya yaitu biaya/ cost dan pendapatan/ return. Apabila biaya yang mesti dikeluarkan lebih besar dari return yang dihasilkan, maka dapat dikatakan bahwa kegunaan sebelumnya merupakan HBU dari properti, begitu juga sebaliknya.

D.      Tujuan Analisis Kegunaan Tertinggi dan Terbaik

1.    Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong

Nilai tanah biasanya diestimasi  sebagaimana keadaan tanah  jika tanah  dalam keadaan kosong, maka dengan alasan yang jelas seorang penilai dapat menentukan nilai tanah sebagaimana keadaan nyata di lapangan. Namun jika tanah bukan berupa tanah kosong, maka nilai tanah tergantung dari kegunaan yang dapat dibuat diatasnya. Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus memperhatikan hubungan antara kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya.

2.    Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk properti yang telah terbangun

Ada dua alasan untuk menganalisis kegunaan tertingi dan terbaik terhadap properti yang telah terbangun, yaitu :
· Mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi dari setiap rupiah yang diinvestasikan.
·    Mengestimasi kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun adalah untuk membantu dalam mengidentifikasi properti pembanding.

E.       Kriteria Dalam Analisis Kegunaan Tertinggi dan Terbaik



Terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti, yaitu :

1.    Memungkina secara fisik (phisically possible)
Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti adalah kelayakan secara fisik. Ukuran, bentuk tanah, luas, ketinggian dan kontur tanah adalah berpengaruh terhadap kegunaan yang dapat dilakukan/ dibangun di atasnya. Bentuk tanah yang tidak teratur akan menyebabkan biaya yang lebih besar dalam membangunnya daripada tanah yang mempunyai bentuk teratur dalam kawasan yang sama.

2.    Diijinkan oleh peraturan yang ada (legally permissible)
Dalam setiap kasus seorang penilai harus memastikan kegunaan-kegunaan yang diijinkan oleh peraturan. Batasan-batasan tertentu (private restriction), zoning, peraturan-peraturan bangunan (building codes), kontrol-kontrol terhadap benda-benda sejarah, dan peraturan-peraturan lingkungan harus diinvestigasi, sebab faktor-faktor tersebut mungkin saja mempengaruhi potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti.

3.    Layak secara keuangan (financially feasible)
Untuk menentukan kelayakan keuangan, anda harus mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income) yang diekspektasikan/ dijangkakan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik. Dalam menganalisis kelayakan keuangan, tingkat kekosongan, collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan kotor (gross income) untuk mendapatkan biaya bersih operasi (net operating income atau NOI). Tingkat pengembalian (rate of return) keatas modal yang diinvestasikan dapat digunakan untuk melakukan penghitungan bagi setiap kegunaan.

4.    Produktifitas  maksimal (maximally productive)

Dari kegunaan-kegunaan yang layak secara keuangan, maka kegunaan yang menghasilkan harga tertinggi / nilai tertinggi, yaitu yang konsisten dengan tingkat pengembaliannya (rate of return), adalah kegunaan tertinggi dan terbaik. Untuk menentukan kegunaan tertinggi dan terbaik atas tanah yang dianggap kosong seringkali digunakan tingkat pengembalian yang sama untuk mengkapitalisasi aliran pendapatan dari berbagai kegunaan yang berbeda kepada masing-masing nilainya.
Kegunaan yang menghasilkan nilai tertinggi adalah kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah. Kegunaan potensial tertinggi dan terbaik dari suatu tanah/ tapak biasanya adalah kegunaan tanah dalam jangka panjang.
Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial dan juga untuk memilih kegunaan yang memberikan nilai yang maksimal, maka beberapa alat analisis atau tolok ukur yang sering digunakan adalah :
·         Net present value,
·         Internal rate of return,
·         Return on investment,
·         Return on equity,
·         Payback period, dsb.
Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria kegunaan yang terbaik dan tertinggi.

5.    Situasi-situasi khusus dalam analisis HBU

i.      Single-use situation
Kegunaan tertinggi dan terbaik yang mungkin tidak seperti obyek/ properti biasanya atau memiliki fungsi/ kegunaan yang unik seperti museum, cagar budaya, dll. Untuk situasi ini nilai tanahnya didasarkan atas kegunaannya tersebut dan bukan kegunaan lain pada umumnya.

ii.    Interim use
Kegunaan sementara atau interim use dari sebidang tanah kosong atau properti yang telah dikembangkan adalah kegunaan tertinggi dan terbaik yang diantisipasi untuk berubah dalam jangka pendek.

iii.  Uses that are not highest and best
Beberapa bangunan dan pengembangan lain yang ada mungkin tidak mencerminkan kegunaan tertinggi dan terbaik dari keadaan tapaknya seandainya tanah kosong. HBU umumnya mempunyai kategori yang sama dengan kegunaan saat ini.

iv.  Legally nonconforming use
A legally nonconforming use adalah kegunaan yang sah secara hukum untuk dibuat dan dipertahankan tetapi tidak sesuai dengan  peraturan penggunaan tanah di kawasan di mana properti tersebut berlokasi/ berkedudukan. Kegunaan sementara ini seringkali muncul akibat perubahan zoning yang mana dapat menyebabkan underimproved atau overimproved suatu properti.

v.    Multiple use
Kegunaan tertinggi dan terbaik mungkin melibatkan lebih dari satu kegunaan tertentu untuk sebuah bidang tanah atau sebuah bangunan.

vi.  Special purpose use
Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk properti jenis ini adalah kegunaannya pada saat ini dikarenakan terbatasnya kegunaan lain yang dimiliki oleh properti tersebut.

vii.      Speculative uses
Investadi pada kegunaan spekulatif tercipta ketika pembeli mempunyai antisipasi terhadap kenaikan nilai meskipun HBU pada masa yang akan datang secar spesifik tidak dapat diprediksi, namun alternatif logis biasanya dipakai untuk mengidentifikasi kegunaannya.

viii.   Excess land
Merupakan tanah yang mungkin tidak diperlukan untuk mendukung kegunaan yang ada atau untuk mengakomodasi HBU yang primer dari sebidang tanah kosong atau tanah yang dianggap kosong. Excess land ini seharusnya dapat teridentifikasi secara jelas dengan melakukan perbandingan terhadap properti-properti sejenis yang berdekatan atau berada pada kawasan yang sama.

Semoga bermanfaat....:)

Selasa, 30 Agustus 2016

Penilai di Indonesia dan Istilah valuer or apraisser ????



        Haiii sahabat semua, mumpung lagi gabut, yaudah mendingan nge-blog aja ^-^. Kali ini aku pengen bahas tentang Penilai di Indonesia beserta istilah-istilah yang biasa digunakan untuk mendefinisikan para pengestimasi nilai, khususnya dalam real estate dan bisnis/usaha. Ada beberapa istilah yang sering digunakan, khususnya Di Indonesia, orang yang bergelut di dunia pekerjaan ini disebut Penilai. Menurut PMK No.101/ PMK.01/ 2014 tentang Penilai Publik, 
Penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan penilaian, yang sekurang-kurangnya telah lulus pendidikan awal penilaian.
        Para penilai di Indonesia, dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, harus mendapat izin dari kementerian keuangan melalui prosedur-prosedur yang telah diatur dalam peraturan kementerian keuangan di bidang kekayaan negara dan lelang. Dalam pemberian izin ini, kementerian keuangan selaku regulator bekerja sama dengan MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia). MAPPI kemudian akan bertindak sebagai selektor para calon penilai melalui serangkaian ujian sertifkasi yang diberikannya, yang biasa disebut USP (Ujian Sertifikasi Penilai). Kualifikasi ujian sertifikasi ini berbeda-beda sesuai dengan bidang jasa penilaian, yaitu :
  1.  Penilaian Properti
  2.  Penilaian Bisnis
  3.  Penilaian Properti Sederhana
untuk lebih jelasnya tentang pendaftaran dan prosedurnya, sahabat semua bisa mengunjungi link ini http://www.mappi.or.id/static-268-prosedur.html

        Para penilai yang telah memperoleh izin untuk melakukan praktek penilaian ini disebut sebagai penilai publik. Penilai publik, dalam memberikan pelayanan jasanya, harus terlebih dahulu membentuk sebuah KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik). KJPP ini dapat berbentuk perseorangan atau persekutuan/ firma sesuai aturan PMK No.125/ PMK.01/ 2008 tentang Jasa Penilai Publik. Pembentukan KJPP pastinya butuh izin lagi dari Menteri Keuangan....repot ya. Segala hal yang bersifat teknis tentang penilai publik telah diatur dalam PMK No.101/ PMK.01/ 2014 tentang Penilai Publik. Bisa sahabat liat disini link ini http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/2014/101~PMK.01~2014Per.HTM

        Itulah sekilas tentang penilai di Indonesia. Nah kembali ke topik utama tulisan ini, istilah untuk mendefinisikan pelaku kegiatan usaha penilaian khususnya dalam area real estate dan bisnis, selain dari istilah "Penilai", di Indonesia ada dua istilah lain yang paling sering digunakan yaitu APPRAISER dan VALUER. Di kampus kami, kami menggunakan istilah valuer untuk mendefinisakan diri kami, walaupun sebenarnya aku pribadi prefer  ke appraiser :). Kedua istilah tersebut serupa namun tak sama. Menurut kamus oxford,
Valuer is a person whose job is to estimate the value of something that is to be purchased.
An appraiser is one who estimates officially the worth or value or quality of things.


       Sekilas terlihat bahwa kedua istilah diatas tak ada bedanya, sama-sama menekankan pada value atau nilai, karena memang tujuan utama dari penilai adalah menghasilkan sebuah indikasi nilai. Apabila kita bandingkan secara terminologi melalui definisi diatas, pada definisi valuer, bahwa nilai yang dihasilkan ditujukan untuk sebuah transaksi penjualan/ pembelian, "..... that is to be purchased.". Perlu kita ketahui bahwa, kegiatan penilaian bukan hanya menentukan nilai untuk tujuan penjualan/pembelian, terdapat berbagai tujuan lainnya misalnya untuk tujuan pencatatan aset dalam akuntansi (penentuan nilai pasar wajarnya), penentuan nilai penggantian wajar, dan lain-lain. Jadi, bisa saya buat kesimpulan bahwa istilah "appraiser" lebih tepat untuk digunakan.

        Terlepas dari perbedaan terminologi, kedua istilah tersebut masih tetap digunakan bersama-sama hingga saat ini. Istilah appraiser dan valuer, masing-masing populer digunakan di suatu wilayah tertentu. Di New Zealand dan Australia, istilah valuer lebih populer digunakan. Mungkin begitu juga dengan Inggris (karena Inggris induknya kedua negara itu). Sedangkan istilah appraiser populer digunakan di Amerika Serikat. Di Indonesia, selain native term "Penilai", istilah valuer dan appraiser sama populernya. Ini bisa dilihat dari keterangan pada logo beberapa KJPP di Indonesia.


        Istilah hanyalah istilah, hanya sebagai atribut yang melekat pada pelaku kegiatan penilaian. Yang terpenting adalah skill dan kemampuan para pelaku kegiatan penilaian yang mengacu pada kode etik dan standar yang berlaku sebagai panduan dalam melaksanakan profesinya mampu membuat para pelaku kegiatan ini bekerja profesional dan memegang teguh integritas dalam menghasilkan sebuah indikasi nilai yang logis, reliable, market-oriented, sesuai tujuan dari penilaian itu sendiri.  Semoga bermanfaat :)

Proses Penilaian Properti

Selamat malam sahabat semua, kali ini aku akan posting tentang langkah-langkah atau proses dalam melakukan penilaian secara sistematis. Tulisan ini merupakan salah satu bagian dari teori dasar yang wajib diketahui oleh para Appraiser dalam melakukan pekerjaannya, oleh karena penilaian bukan hanya tentang hasil, proses-proses yang dilalui dalam penentuan sebuah nilai mempengaruhi kewajaran hasil, kredibilitas, legalitasnya, juga kepercayaan client atau para stakeholder bersangkutan terhadap hasil indikasi nilai.  Baiklah, mari kita bahas. 
  
Penilaian merupakan proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan standar/ kaidah penilaian Indonesia (PMK No.125/ PMK.01/ 2008). Dari definisi tersebut dikatakan bahwa penilaian adalah sebuah proses pekerjaan, dalam arti bahwa Penilai, dalam melakukan penilaian, harus melaksanakan tahapan-tahapan yang menjadi bagian dari rangkaian proses pekerjaan dalam rangka menghasilkan sebuah opini nilai yang sesuai (sesuai dengan karakteristik, tujuan, kemanfaatan dari obyek, dll) dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tahapan-tahapan dari proses penilaian adalah sebagai berikut :
A.  Identifikasi Permasalahan
Terdapat empat permasalahan yang harus diidentifikasi dari obyek, yaitu :
1.    Identifikasi properti yang akan dinilai
Identifikasi properti ini meliputi dua hal, yaitu identifikasi real estate dan identifikasi real property.

i.        Identifkasi real estate
Identifikasi ini meliputi identifikasi alamat dari properti yang memungkinkan setiap orang dapat mengetahui dimana lokasi properti tersebut berada, letak/ posisi obyek dan data deskriptif lain yang dapat menerangkan lokasinya atau merujuk pada landmark yang dikenali.
Dalam melakukan pengidentifikasian properti, seorang penilai haruslah melakukannya dengan prosedur yang resmi (legal description) yaitu diturunkan dari hasil suvei tanah dan didasarkan atas data pertanahan yang ada. Penilai haruslah memahami sistem yang digunakan dalam mendeskripsikan sebidang tanah pada suatu kawasan.

ii.      Identifikasi real properti
     Identifikasi ini meliputi baik fisik tanah dan/ atau bangunan (real estate) maupun hak-hak yang melekat pada pemilikan tanah dan/ atau bangunan oleh pemilik individual maupun kolektif. Identifikasi terhadap real properti (aspek legal) ini penting untuk menentukan nilai bagi masing-masing pihak atas hak yang dimiliki terhadap suatu properti yang sedang dinilai.

2.    Penentuan tanggal penilaian

     Nilai dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, misalnya saja tingkat permintaan, kondisi ekonomi, dan lain-lain, sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa nilai bersifat dinamis. Dalam arti bahwa penentuan tanggal penilaian (date of valuation/ cut-off date)  dari suatu properti mutlak diperlukan oleh penilai dalam mengestimasi nilai dari properti karena penilaian mungkin saja dilakukan untuk menentukan nilai properti di waktu lampau, saat ini maupun waktu yang akan datang.

3.    Tujuan penilaian
     Selain dari tanggal penilaian, tujuan penilaian juga mempengaruhi nilai dari properti.  Tujuan penilaian ini perlu dinyatakan secara jelas dan spesifik dalam laporan penilaian dan menentukan estimasi nilai apa yang perlu ditentukan, misalnya untuk menentukan :
·      Harga jual/ beli yang wajar,
·      Jumlah pinjaman,
·      Dasar penetapan pajak,
·      Nilai kontrak,
·      Nilai dari real property assets dalam pernyataan keuangan,
·      Dasar pemberian kompensasi, dan sebagainya.
    Identifikasi ini sangat penting. Pemahaman yang keliru tentang maksud tujuan penilaian dapat mengakibatkan seluruh kegiatan penilaian menjadi tidak berguna, dan ini berarti penilaian yang dilakukan tersebut tidak sesuai dengan maksud oleh pemberi tugas.

4.    Jenis nilai yang dikehendaki
      Masalah ini berkaitan erat dengan tujuan dari penilaian. Tujuan penilaian yang berbeda mungkin menghendaki jenis nilai yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk tujuan perpajakan, jenis nilai yang dikehendaki adalah Nilai Jual Objek Pajak/ NJOP, untuk tujuan jual beli diperlukan nilai wajar (fair market value), dan lain-lain.

B.       Survei Pendahuluan

      Setelah melakukan identikiasi permasalahan, maka penilai siap untuk ke tahap selanjutnya yaitu survei pendahuluan. Survei pendahuluan ini meliputi survei dan analisis pendahuluan mengenai karakteristik dan lingkup tugas penilaian yang akan dilakukan serta data apa yang perlu dikumpulkan dalam rangkan medukung tugas penilaian. Berikut ini penjelasan detailnya :

1.    Data-data yang diperlukan
      Berdasarkan identifikasi permsalahan yang telah dilakukan pada tahap pertama, penilai dapat memperkirakan data dan informasi apa saja yang diperlukan dalam rangka penilaian properti tersebut. Ada dua jenis data yang harus dikumpulkan oleh penilai yaitu data umum dan data khusus. Data umu ini meliputi informasi-informasi berkenaan dengan prinsip-prinsip, kekuatan/ keunggulan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai properti, yaitu informasi-informasi berkenaan dengan tren sosial, ekonomi, pemerintahan dan kekuatan lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai properti. Sedangkan data khusus adalah data-data yang berkaitan langsung  dengan properti yang akan dinilai serta properti-properti pembandingnya. Data khusus ini meliputi data secara detail mengenai fisik, lokasi, biaya, pendapatan dan pembelanjaan baik terhdapa properti yang dinilai maupun properti pembanding.

2.    Sumber data
      Di Indonesia, secara garis besar sumber data dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
i.      Instansional
Pemerintah :
·         BPN
·         Ditjen Pajak
·         Pemda
·         Camat
·         Lurah
·         BUPLN
NonPemerintah :
·         Estate agent, broker
·         KJPP
·         Notaris/ PPAT
·         Developer, dll
ii.    NonInstansional
·           Penjual
·           Pembeli
·           Iklan
·           Media massa, dll

3.    Personel dan waktu yang diperlukan
       Jumlah personel dan waktu yang diperlukan ini biasanya tergantung dari beban kerja penilaian yang akan dilakukan, dimana beban ini tergantung pada tipe properti yang dinilai, skala properti, tujuan penilaian, tingkat kesulitan dalam pengukuran di lapangan serta instrumen yang diperlukan.

4.    Perencanaan kerja
     Suatu perencanaan kerja yang matang akan sangat membantu kelancaran dan efisiensi pelaksanaan penilaian. Perencanaan kerja ini meliputi pembagian tugas dan tanggung jawab tiap personel, perencanaan biaya, sarana pendukung (instrumen, transportasi dan sebagainya), jadwal kegiatan, dan lain-lain. Perencanaan kerja ini harus dituangkan dalam valuation plan.

C.    Pengumpulan dan Analisis Data

Data-data yang dikumpulkan dan dianalis tersebut meliputi :

1.    Data umum
     Meliputi data-data skala nasional, propinsi, kabupaten, kota dan lingkungan sekitar. Data-data ini meliputi fakto-faktor eksternal yang mempengaruhi nilai, diantaranya :

i.      Lokasional
   Data-data seperti kecenderungan populasi, peraturan pemerintah, tata guna lahan, kepadatan, transportasi, masalah lingkungan, fasilitas umum dan sebagainya. Data yang berpengaruh terhadap nilai properti perlu dicantumkan pada laporan penilaian.

ii.    Ekonomi
     Data-data seperti tingkat hunian, upah buruh, harga bahan material, tingkat sewa dan sebagainya mungkin juga sangat penting dianalisis tergantung dari jenis properti yang dinilai. Data-data penting lainnya yang juga harus dianalisis adalah studi tentang minat konsumen terhadap lokasi, tipe, harga, kualitas dan tingkat permintaan dalam suatu segmen pasar tertentu.

2.    Data khusus
    Data yang lebih spesifik berkaitan dengan properti yang dinilai (properti subyek) dan properti pembanding. Data khusus ini meliputi semua karakeristik khusus yang terdapat pada obyek seperti status obyek (benda cagar budaya, dll), desain khusus, konsep bangunan, kegunaa obyek dan sebagainya.

3.    Data properti subyek
Data-data tentang properti subyek meliputi tapak (site), bangunan (improvement) dan dokumen kepemilikan (title).
Tapak (site) :
·      Luas dan ukuran
·      Bentuk
·      Kontur
·      Jenis tanah
·      Elevasi
·      Letak (sudut, tengah, tusuk sate, dsb)
·      Zoning, dsb
Bangunan (improvement) :
·      Bangunan utama (main building) : luas dan ukuran, desain, layout, konstruksi, bahan material, atap, langit-langit, lantai, dinding, kusen, dll.
·      OLI (Other Land Improvement) : pagar, pos keamanan, jalan internal, halaman, taman, saluran air, water tratment, dll.
Dokumen kepemilikan :
·      Akte jual beli
·      Sertifikat tanah
·      IMB
·      Izin lokasi, dsb
Berdasarkan data-data diatas, kemudian dilakukan analisa highest and best use terhadap properti yang dinilai. Analisa ini meliputi kajian terhadap kelayakan fisik, keuangan, hukum dan keuntungan maksimal yang dapat dihasilkan.

4.    Data pembanding
     Properti pembanding adalah properti yang mempunyai kegunaan sama/ serupa, lokasi yang sama dan telah diketahui nilainya. Data pembanding ini dapat berupa data fisik tanah dan bangunan, data harga jual/ beli, data harga sewa untuk berbagai jenis properti serta data-data lain sebagai pembanding seperti tingkat hunian untuk properti komersiil, harga sewa kamar hotel dan data lain yang relevan dalam proses pengestimasian nilai properti subyek.

D.    Penerapan Metode Penilaian

      Berdasarkan SPI (Standar Penilaian Indonesia) tahun 2007, ada tiga metode penilaian yang umum digunakan yaitu metode perbandingan data pasar (market comparison approach), pendekatan biaya (cost approach) dan pendekatan pendapatan (income approach). Ketiga metode pendapatan ini digunakan tergantung dari jenis properti yang dinilai, tujuan penilaian dan ketersediaan data. Misalnya untuk properti komersiil biasanya lebih diutamakan menggunakan metode pendekatan pendapatan, untuk penilaian dengan tujuan perpajakan menggunakan metode pendekatan biaya dimana tanah dan bangunan dinilai secara terpisah.
Metode pendekatan perbandingan data pasar adalah pendekatan penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara properti subyek  dengan properti-properti pembanding yang telah diketahui karakteristik dan nilainya. Selanjutnya analisis dilakukan dengan mengukur tingkat kesamaan dan perbedaanya untuk menentukan berapa penyesuaian yang akan diberikan terhadap masing-masing karakteristik properti pembanding dalam rangka menentukan nilai properti subyek. Adapun karakteristik yang menjadi unsur pembanding adalah lokasi, financing term, karakteristik fisik, kondisi pasar dan karakteristik lainnya.
Pendekatan biaya dilakukan dengan cara melakukan identifikasi bangunan yang selanjutnya dilakukan analisis biaya pembangunan baru (Reproduction Cost New) berdasarkan standar harga material dan upah yang berlaku pada tanggal penilaian dan selanjutnya dilakukan penyusutan (khusus untuk bangunan). Tahap selanjutnya yaitu menentukan nilai properti secara keseluruhan dengan menjumlahkan nilai pembangunan baru bangunan yang telah disusutkan dengan nilai tanah yang diperoleh dari analisis perbandingan data pasar.
Pendekatan pendapatan dilakukan dengan mendasarkan pada tingkat keuntungan yang mungkin dihasilkan oleh properti subyek pada saat ini dan masa yang akan datang yang selanjutnya dikapitalisasikan untuk mengkonversi aliran pendapatan tersebut menjadi nilai properti. Secara garis besar, prosedur penilaian metode pendekatan pendapatan adalah sebagai berikut :
·      Menentukan total pendapata kotor potensial (Potential Gross Income/ PGI)
·      Menentukan tingkat kekosongan (vacancy rate)
·      Menentukan total pendapatan lain-lain
·      Menentukan total pendapatan kotor efektif dengan mengurangkan PGI dengan tingkat kekosongan kemudian ditambah dengan pendapatan lain-lain
·      Menentukan total biaya operasional
·      Menghitung pendapatan bersih operasi (net operating income)
·      Menentukan tingkat kapitalisasi dan prosedur kapitalisasi yang sesuai
·      Melakukan pengkapitalisasian untuk mendapatkan nilai modal (capital value) dari properti subyek


E.     Rekonsiliasi Nilai

   Rekonsiliasi indikasi nilai adalah suatu analisis terhadap berbagai kesimpulan nilai untuk mendapatkan suatu kesimpulan nilai akhir. Penerapan satu atau lebih metode penilaian kemungkinan besar akan menghasilkan nilai yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dipelukan rekonsiliasi dari berbagai indikasi nilai dengan memperhatikan :
·   Kesesuian, yaitu kesesuaian pendekatan, kesesuaian properti pembanding yang digunakan dan kesesuaian analisis yang dilakukan
·      Keakuratam tiap pendekatan yang digunakan
·      Kuantitas dan kualitas bukti-bukti/ data pembanding
·      Pembulatan nilai akhir.

Praktisnya,implementasi rekonsisliasi nilai dilakukan umumnya menggunakan metode pembobotan mempertimbangkan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk meminimalisir pengaruh subjektiftas, proses penerapan metode pembobotan terlebih dahulu dapat diawali dengan melakukan survei pasar (form kuesioner) atas faktor-faktor yang diyakini mempengaruhi relevansi nilai. Pemahaman lebih mendalam akan diperoleh jika penilai mempelajari ilmu statistika sebelumnya. Saya menyarankan untuk mencari literatur tentang Penilaian metode Quality Rating.  

F.     Kesimpulan Nilai dan Laporan Penilaian

     Langkah akhir dari rangkaian proses penilaian adalah sebuah keputusan tentang kesimpulan nilai yang harus dibuat oleh penilai sebagai jawaban atas tugas yang diberikan kepadanya. Di dalam membuat keputusan ini penilai harus mampu bersikap jujur dan adil. Di sinilah pentingnya integritas.
Penilai harus mampu mempertanggungjawabkan keputusan yang telah dibuatnya. Pertanggungjawaban tersebut bersifat seumur hidup. Sebagai wujud pertanggungjawaban penilai atas keputusan kesimpulan nilai tersebut, maka penilai mengekspresikannya secara tertulis dalam bentuk Laporan Penilaian. Dalam laporan penilaian inilah disampaikan semua data pendukung, faktor-faktor yang mempengaruhi serta rasionalisasi pengambilan keputusan tersebut.


Bagan alir proses penilaian